JAKARTA – Konsentrasi
kekuatan militer Imperialis Amerika Serikat kini telah beralih di sekitar
wilayah Indonesia dan Asia Pasifik. Sudah barang tentu hal tersebut terkait
dengan agenda-agenda penting AS berkenaan kebijakan politik, ekonomi, dan
keamanannya. Meskipun kita belum mengetahui agenda tersembunyi dan sesungguhnya
dari konsentrasi militer AS. Namun, saat ini kita simak saja dan pelajari
beberapa alasan formal yang dikemukakan pihak militer AS dalam kunjungan
pertamanya ke Jakarta.
Panglima Komando Militer
AS di Kawasan Pasifik (PACOM), Laksamana Samuel J. Locklear III menegaskan
bahwa posisi Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia Pasifik kini makin
strategis di tengah perubahan dinamika kekuatan global. Itulah sebabnya AS dalam
beberapa tahun terakhir menitikberatkan kepentingan keamanannya di Asia
Pasifik.
Dalam kunjungan selama
tiga hari di Indonesia ini, Locklear tidak hanya menemui para petinggi keamanan
dan militer setempat. Dia juga merasa perlu menemui para cendekiawan, mahasiswa
hingga jurnalis dalam suatu acara di Jakarta, Jumat 8 Februari 2013, untuk
menjelaskan pandangannya soal pergeseran fokus keamanan AS ke Asia Pasifik,
yang pertama kali diumumkan Presiden Barack Obama pada November 2011.
Locklear menyebut pergeseran
fokus itu sebagai “Perimbangan Kembali (Rebalance) Peran AS di Asia Pasifik.”
Dia menegaskan perimbangan yang dimaksud bukan bersifat konfrontatif atau untuk
menyudutkan negara atau pihak tertentu. “Ini bukan hanya menyangkut militer
tapi juga kebijakan, diplomasi, dan perdagangan. Perimbangan ini adalah suatu
strategi kolaborasi dan kerjasama,” kata Locklear.
Setelah mengakhiri perang
di Irak dan Afganistan, AS menggeser fokus kepentingan keamanannya ke kawasan
ini. Itulah sebabnya lebih dari setengah kekuatan militer laut AS kini
ditugaskan beroperasi di kawasan yang terdiri dari beragam negara itu, termasuk
Indonesia.
Maka itu, tidaklah heran
bila kini Laksamana Locklear memimpin komando gabungan militer terbesar yang
dimiliki AS. Wilayah operasi PACOM meliputi Asia Pasifik, Asia Timur, dan Asia
Selatan.
PACOM dibekali seperlima
dari total kekuatan militer AS dan akan memimpin 60 persen dari armada Angkatan
Laut Amerika. Saat ini, armada militer AS di Pasifik diperkuat oleh lima kapal
induk dengan kekuatan pendukung, yaitu 180 kapal, 1.500 pesawat, dan 100.000
personel militer aktif.
Locklear memaparkan betapa
pentingnya Asia Pasifik bagi kepentingan keamanan negaranya. “Selama hampir
setahun menjabat sebagai panglima, saya makin kagum atas beragamnya
kompleksitas di kawasan ini, yang melingkupi lebih dari separuh permukaan Bumi
dan lebih dari setengah jumlah populasinya. Kawasan ini punya keragaman yang
luar biasa secara sosial, budaya, ekonomi, dan geopolitik,” kata Locklear.
Dia pun memaparkan data
yang cukup spesifik dalam menegaskan betapa banyak dan beragamnya kekuatan di
Asia Pasifik saat ini dan itu menjadi perhatian utama AS. “Kawasan ini punya
dua dari tiga ekonomi terbesar di dunia dan tujuh dari 10 negara terkecil di
muka bumi,” kata Locklear.
“Asia Pasifik juga punya
negara yang berpenduduk paling banyak di dunia, dan juga negara demokratik
terpadat, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbanyak, dan republik
terkecil,” lanjutnya.
Locklear memaparkan bahwa
dari segi bisnis dan perdagangan, Asia Pasifik juga sangat strategis. Kawasan
ini “memiliki sembilan dari 10 pelabuhan terbesar di dunia, dan jalur-jalur
laut paling sibuk yang menghasilkan lebih dari US$8 triliun dari arus
perdagangan dua arah yang melibatkan setengah dari total kargo kontainer dunia
dan 70 persen dari kapal-kapal pengangkut bahan energi melintasi lautan Pasifik
setiap hari,” kata Locklear.
Di sisi pertahanan dan
keamanan, Asia Pasifik dianggap AS sebagai kawasan yang paling banyak
diperlengkapi kekuatan militer. “Kawasan ini punya tujuh dari 10 kekuatan
militer terbesar. Lalu, angkatan-angkatan laut terbesar dan paling mutakhir
berada di Asia Pasifik.”
Selain itu, tidak boleh
diabaikan bahwa lima dari negara-negara kekuatan nuklir dunia berada di kawasan
ini.
“Semua aspek itu, bila
dikumpulkan, menghasilkan suatu kompleksitas strategis yang unik,” kata
Locklear, yang selama kunjungannya ke Jakarta menemui Panglima TNI, Menteri
Pertahanan, dan para pejabat tinggi Indonesia lainnya.
“Jadi, kini ada sebanyak
hampir 350 ribu personel militer AS yang berdinas dan tinggal di Asia Pasifik
dan bersama mereka juga ada hampir 70 ribu anggota keluarga mereka… Saya
tegaskan bahwa Amerika merupakan kekuatan Pasifik. Tidak hanya terletak di
Pasifik, namun kami juga punya ikatan sejarah dan ekonomi dengan para negara
tetangga sehingga mereka menyadari bahwa kita punya kepentingan yang signifikan
sebagai sama-sama negara di Asia Pasifik,” kata Locklear.
Locklear menyatakan tidak
ambil pusing atas ancaman pengurangan anggaran militer, seperti yang
diwanti-wanti oleh Menteri Pertahanan AS, Leon Panetta, baru-baru ini karena
anggaran baru belum kunjung disetujui Kongres. Masalah ini, kata dia, tidak
saja dialami oleh militer namun juga melanda pos-pos anggaran lainnya di tubuh pemerintah
AS.
“Militer kami memang harus
mengantisipasi perkembangan itu… Namun, kabar baiknya, Presiden Obama
sebelumnya menyatakan bahwa Asia Pasifik menjadi prioritas bagi militer kami di
masa depan. Tidak saja militer namun juga kerjasama di bidang-bidang lain.
Jadi, saya perkirakan justru akan ada banyak interaksi di kawasan ini,” kata
Locklear.
Soal China
Sebagai panglima PACOM,
Locklear mengungkapkan sejumlah tantangan besar yang harus dihadapi
negara-negara Asia Pasifik. Salah satunya adalah perubahan iklim, yang
berdampak pada cuaca dan permukaan laut.
“Kondisi itu berpengaruh
bagi keamanan masa depan banyak negara di kawasan ini sehingga kita harus paham
bagaimana menghadapinya,” katanya.
Ancaman-ancaman lain dari
aktor non negara seperti organisasi ekstremis yang menggunakan kekerasan,
organisasi teroris, perdagangan narkoba dan lain-lain, juga terus mendatangkan
masalah.
Asia Pasifik pun kini
masih dihadapkan pada konflik perbatasan dan kepemilikan wilayah. Akses dan
kebebasan di wilayah laut dan dunia siber juga dilihat menjadi tantangan yang
kian meningkat. Rawannya situasi di Semenanjung Korea pun masih jadi soal.
Begitu pula dengan bangkitnya China dan India sebagai kekuatan ekonomi baru.
Selain itu, tidak seperti
aliansi keamanan NATO di kawasan Amerika dan Eropa, tidak ada suatu mekanisme
pemerintahan tunggal di Asia Pasifik yang menyediakan suatu kerangka bersama
dalam menyelesaikan konflik. “Itulah sebabnya perimbangan kembali posisi AS
menjadi penting bagi Asia Pasifik. Ini menjadi dasar bagi banyaknya peluang
kerjasama AS dengan para negara mitra di kawasan,” kata Locklear.
Dia juga meluruskan sikap
AS atas berkembangnya pengaruh China di Asia Pasifik. Menurut dia, pola
hubungan kedua negara itu tidak sedramatis seperti yang digambarkan media
massa. AS, bagi Locklear, tidak melihat China sebagai ancaman walaupun saat ini
sedang bersitegang dengan negara-negara sekutu AS, seperti Jepang dan Filipina,
menyangkut masalah teritori.
Locklear tidak setuju
dengan anggapan yang beredar saat ini bahwa AS tengah berupaya “mengurung China
untuk membendung pengaruhnya di kawasan”. Strategi yang diterapkan Washington,
menurut Locklear, adalah justru terus berupaya melibatkan negara komunis itu
untuk ikut bertanggung jawab menjaga stabilitas keamanan di Asia Pasifik.
“Kami mengupayakan
hubungan yang bertahan lama dengan China, termasuk hubungan militer ke militer.
Kami berharap bisa mengesampingkan perbedaan-perbedaan pandangan yang ada dan
fokus dalam hubungan yang sama-sama memberi manfaat bersama, seperti memerangi
perompakan dan terorisme, melindungi jalur komunikasi laut, kerjasama bantuan
kemanusian dan penanggulangan bencana,” kata Locklear.
Peran Indonesia
Sebelum datang ke Jakarta,
dalam wawancara singkat melalui telepon dengan VIVAnews, Laksamana Locklear
menjelaskan bahwa Indonesia termasuk mitra utama bagi AS dalam menjaga
stabilitas di Asia Pasifik. Itulah sebabnya dalam kunjungan ke Jakarta, dia
juga menegaskan perlunya pengembangan dan penguatan kerjasama keamanan antara
AS dan Indonesia.
Salah satu yang jadi
prioritas kedua negara adalah kerjasama keamanan maritim. “Ini merupakan salah
satu elemen yang penting bagi kedua negara, mengingat Indonesia berada di
persimpangan dua lautan besar dan juga di salah satu jalur distribusi yang
paling penting di dunia. “Kepemimpinan negara Anda di wilayah ini dan begitu
juga dukungan kami atas kepemimpinan negara Anda di kawasan ini akan menjadi
kunci untuk bergerak maju,” kata Locklear.
Banyak yang telah
direncanakan pemerintah kedua negara untuk memperkuat kerjasama itu. “Begitu
pula akan banyak latihan bersama dan juga latihan di tingkat multilateral yang
makin meningkat,” kata Locklear.
Dalam kunjungannya di
Jakarta, dia mengatakan bahwa kerjasama antarmiliter kedua negara, terutama
sejak 2005, juga semakin erat. “Ini juga termasuk pada kerjasama yang dijalin
angkatan laut dari kedua negara. Mengingat letak Indonesia sebagai negara
kepulauan di persimpangan yang strategis, kami berharap berbagai kerjasama,
seperti berbagi informasi soal situasi keamanan di laut, bisa terus
dikembangkan,” kata Locklear, yang menjadi Panglima PACOM sejak Maret 2012.
Dalam suatu diskusi
beberapa hari sebelum kunjungan Locklear, seorang perwira menengah TNI Angkatan
Laut mengungkapkan bahwa Indonesia memegang posisi yang sangat penting bagi
banyak negara besar, termasuk AS. “Wilayah kita ibarat pusat gravitasi keamanan
maritim. Itulah sebabnya banyak negara yang ingin meningkatkan kerjasama yang
lebih baik dengan Indonesia,” kata Kolonel Laut Judijanto, perwira dari Sekolah
Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal).
Kepala Pusat Olah Yudha
(War Game Centre) di Seskoal itu mengingatkan Amerika Serikat telah menjalin
kemitraan strategis dengan Indonesia, termasuk meliputi sektor keamanan
maritim. Beberapa negara lain juga menjalin kemitraan serupa, seperti China,
Korea Selatan, dan Jepang. “Bahkan Uni Eropa pun ingin menjalin kerjasama
dengan kita. Begitu pula Inggris,” kata Judijanto.
Dia pun menunjukkan betapa
pentingnya perairan-perairan Indonesia bagi perdagangan dan pelayaran
internasional. “Setiap tahun, 63 ribu kapal melintas Selat Malaka; 3.500 di
Selat Sunda, dan 3.900 di Selat Lombok.”
Di Selat Malaka, tonase
kapal-kapal dagang yang melintas setiap tahun mencapai 525 juta ton dengan
nilai US$390 miliar, di Selat Sunda sebanyak 15 juta ton dengan nilai total
US$5 miliar, sedangkan di Selat Lombok sebanyak 140 juta ton senilai US$40
miliar.
Presentasi Judijanto itu
mendukung penilaian Duta Besar David Merrill–diplomat veteran yang kini
memimpin lembaga persahabatan AS-Indonesia, Usindo, yang menjadi penyelenggara
diskusi–yang sebelumnya memaparkan bahwa Indonesia memiliki tiga selat kunci
bagi perdagangan dan pelayaran global, yaitu Malaka, Sunda, dan Lombok.
“Itulah yang membuat Indonesia punya peran esensial dalam
mempertahankan keamanan maritim di Asia Pasifik, begitu pula dengan perdagangan
dan pelayaran global,” kata Merrill.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar